BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Tidak
diragukan lagi bahwa Syariat Islam adalah penutup semua risalah samawiyah, yang
membawa petunjuk dan tuntunan Allah Swt untuk ummat manusia dalam wujudnya yang
lengkap dan final. Itulah sebabnya, dengan posisi seperti ini, maka Allah pun
mewujudkan format Syariat Islam sebagai syariat yang abadi dan komperhensif.
Hal
itu dibuktikan dengan adanya prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum yang ada
dalam Islam yang membuatnya dapat memberikan jawaban terhadap hajat dan
kebutuhan manusia yang berubah dari waktu ke waktu, seiring dengan perkembangan
zaman. Secara kongkrit hal itu ditunjukkan dengan adanya dua hal penting dalam
hukum Islam: (1) nash-nash yang menetapkan hukum-hukum yang tak akan berubah
sepanjang zaman dan (2) pembukaan jalan bagi para mujtahid untuk melakukan
ijtihad dalam hal-hal yang tidak dijelaskan secara sharih dalam nash-nash
tersebut.
Sebagaimana diketahui bahwa hukum merupakan salah satu
aspek terpenting dalam Islam disamping beberapa aspek terpenting lainnya.
Dengan adanya hukum, manusia bersama komunitasnya dapat menjalankan beragam
aktivitasnya dengan tenang dan tanpa ada perasaan was-was. Dan dengan hukum
pula manusia dapat mengetahui manakah pekerjaan-pekerjaan yang diperbolehkan
dan apa sajakah pekerjaan-pekerjaan yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan.
Fiqih sebagai sebuah produk hukum tentu perlu mendapat penjelasan tentang apa
dan bagaimana Fiqih bisa menjadi sebuah ketetapan hukum.
Ibadah
merupakan suatu kewajiban bagi umat manusia terhadap Tuhannya dan dengan ibadah
manusia akan mendapat ketenangan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat nanti.
Bentuk dan jenis ibadah sangat bermacam – macam, seperti Sholat puasa, naik
haji, jihad, membaca Al-Qur'an, dan lainnya. Dan setiap ibadah memiliki syarat
– syarat untuk dapat melakukannya, dan ada pula yang tidak memiliki syarat
mutlak untuk melakukannya. Diantara ibadah yang memiliki syarat – syarat
diantaranya haji, yang memiliki syarat–syarat, yaitu mampu dalam biaya
perjalannya, baligh, berakal, dan sebagainya. Dan contoh lain jika kita akan
melakukan ibadah sholat maka syarat untuk melakukan ibadah tersebut ialah kita
wajib terbebas dari segala najis maupun dari hadats, baik hadats besar maupun
hadats kecil.
Kualitas
pahala ibadah juga dipermasalah jika kebersihan dan kesucian diri seseorang
dari hadats maupun najis belum sempurna. Maka ibadah tersebut tidak akan
diterima. Ini berarti bahwa kebersihan dan kesucian dari najis maupun hadats
merupakan keharusan bagi setiap manusia yang akan melakukan ibadah, terutama
sholat, membaca Al-Qur'an, naik haji, dan lain sebaginya.
B.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk
mengetahui tentang :
1. Masalah Wudhu dan Dasar Hukum Wudhu
2. Masalah Shalat, Hukum dan Dasar
Hukum serta tujuan dan Hikmah Shalat
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Wudhu’
A.
Kedudukan wudhu dalam sholat
Wudhu merupakan suatu hal yang tiada
asing bagi setiap muslim, sejak kecil ia telah mengetahuinya bahkan telah
mengamalkannya. Akan tetapi apakah wudhu yang telah kita lakukan selama
bertahun-tahun atau bahkan telah puluhan tahun itu telah benar sesuai dengan
apa yang diajarkan Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam? Karena
suatu hal yang telah menjadi konsekwensi dari dua kalimat syahadat bahwa ibadah
harus ikhlas mengharapkan ridho Allah dan sesuai sunnah Nabi shallallahu
‘alaihi was sallam. Demikian juga telah masyhur bagi kita bahwa wudhu merupakan
syarat sah sholat[1], yang mana jika syarat tidak terpenuhi maka tidak akan
teranggap/terlaksana apa yang kita inginkan dari syarat tersebut. Sebagaimana
sabda Nabi yang mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam,
لاَ تُقْبَلُ صَلاَةُ مَنْ أَحْدَثَ
حَتَّى يَتَوَضَّأ
“Tidak diterima sholat orang yang
berhadats sampai ia berwudhu”.
Demikian juga dalam juga Allah
Subhanahu wa Ta’ala perintahkan kepada kita dalam KitabNya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا
إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى
الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki”. (QS Al Maidah [5] : 6).
Maka marilah duduk bersama kami barang sejenak untuk
mempelajari shifat/tata cara wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam.
B. Tata
Cara Berwudhu'
Dari Humran bekas budak Utsman,
bahwa bin Affan r.a. meminta air wudhu'. (Setelah dibawakan), ia berwudhu', ia
mencuci kedua telapak tangannya tiga kali, kemudian berkumur-kumur dan
memasukkan air ke dalam hidungnya, kemudian mencuci wajahnya tiga kali, lalu
membasuh tangan kanannya sampai siku tiga kali, kemudian membasuh tangannya
yang kiri tiga kali seperti itu juga, kemudian mengusap kepalanya lalu membasuh
kakinya yang kanan sampai kedua mata kakinya tiga kali kemudian membasuh yang
kiri seperti itu juga. Kemudian mengatakan, "Saya melihat Rasulullah saw.
(biasa) berwudhu' seperti wudhu'ku ini lalu Rasulullah bersabda, "Barang
siapa berwudhu' seperti wudhu'ku ini kemudian berdiri dan ruku' dua kali dengan
sikap tulus ikhlas, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." Ibnu
Syihab berkata, "Adalah ulama-ulama kita menegaskan, ini adalah cara
wudhu' yang paling sempurna yang (seyogyanya) dipraktikkan setiap orang untuk
shalat." (Muttafaq 'alaih : Muslim I:204 no:226, dan ini redaksinya,
Fathul Bahri I:266 no:164, 'Aunul Ma'bud I:180 no:106 dan Nasa'i I:64).
C.
Syarat-Syarat Sahnya Wudhu'
A. Niat, berdasar sabda Nabi saw.,
"Sesungguhnya segala amal hanyalah bergantung pada niatnya."
(Muttafaqun 'alaih: Fathul Bari, I:9 no:1, Muslim III:1515 no:1907, Aunul
Ma'bud VI:284 no:2186, Tirmidzi III: 100 no:169, Ibnu Majah II:1413 no:4227,
Nasa'i I:59).
B. Mengucapkan basmalah, karena ada
hadits Nabi saw., " Tidak sah shalat bagi orang yang tidak berwudhu'
(sebelumnya) dan tidak sah wudhu' bagi orang yang tidak menyebut,
Bismillah" (sebelumnya)." (Hadits hasan: Shahihu Ibnu Majah no: 320
'Aunul Ma'bud I:174 no:101 dan Ibnu Majah I:140 no:399).
C. (Di samping itu, ada dua riwayat
lain yang menerangkan bahwa Rasulullah saw. bersabda,
"Tawadhdha-uu-bibismillahi (Berwudhu'lah dengan (menyebut) nama
Allah," Lihat Nasai'i, kitab thaharah no: 61 bab : mengucapkan basmallah
ketika akan berwudhu', dan Musnad Imam Ahmad III:165 (pent.))
D. Muwalah (Berturut-turut) tidak
diselingi oleh pekerjaan lain, berdasarkan hadits Khalid bin Ma'dan,
"Bahwa Nabi saw. pernah melihat seorang laki-laki tengah mengerjakan
shalat, sedang di punggung kakinya dan sebesar uang dirham yang tidak tersentuh
air wudhu', maka Nabi saw. menyuruhnya agar mengualngi wudhu' dan
shalatnya." (Shahih: Shahih Abu Daud no: 161 dan 'Aunul Ma'bud I: 296
no:173)
E.
Hal-Hal yang Fardhu/Najis dalam
Wudhu'
1. Membasuh wajah termasuk
berkumur-kumur dan membersihkan hidung.
2. Mencuci kedua tangan sampai kedua
siku-siku. (Dalam Al Umm I:25 Syafil menegaskan ”Selamanya tidak dianggap cukup
membasuh kedua tangan kecuali dengan membasuh tangan dan punggungnya secara
keseluruhan sampai ke siku-siku. Jika ada bagian darinya yang tertinggal
walaupun kecil sekali, maka dianggap tidak sah membasuh tangannya. Selesai”)
3. Mengusap seluruh kepala, dan kedua
telinga termasuk bagian dari kepala.
4. Membasuh kedua kaki hingga kedua
mata kaki, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT, "Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, basuhlah mukamu dan tanganmu
sampai dengan siku dan usaplah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua
mata kakimu." (Al-Maaidah : 6).
5. Adapun perihal dua telinga termasuk
bagian dari kepala sehingga wajib pula diusap berdasarkan pada sabda Nabi saw.,
”Dua telinga itu termasuk kepala.” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 357 dan Ibnu
Majah I:152 no:443).
Menyela-nyelakan
air pada jenggot
F.
Sunnah-Sunnah Wudhu' (Hal-Hal yang
Disunahkan Ketika Berwudhu')
1. Siwak, sebagaimana yang diriwayatkan
dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, ”Kalaulah sekiranya aku
tidak (khawatir) akan memberatkan umatku, niscaya kuperintahkan mereka bersiwak
setiap kali wudhu.” (Shahih: Shahihul Jammi no:5316 dan al-Fathur Rabbani I:294
no:171).
2. Mencuci kedua telapak tangan tiga
kali pada awal wudhu’, sebagaimana yang telah diriwayatkan dari Utsman bin
Affan r.a. yang mengisahkan wudhu’ Nabi saw. di mana dia membasuh kedua telapak
tangannya tiga kali. (Lihat masalah tata cara Wudhu’ pada halaman sebelumnya).
3. Kumur-kumur dan instinsyaq sekali
jalan, tiga kali:
”Dari
Abdullah bin Zaid r.a. tentang dia mengajarkan (tata cara) wudhu’ Rasulullah
saw., di mana dia berkumur-kumur dan instisyaq dari satu telapak tangan. Dia
berbuat demikian (sebanyak) tiga kali.” (Shahih: Mukhtashar Muslim no:125, dan
Muslim I:210 no:235).
4. Bersungguh-sungguh dalam
berkumur-kumur dan istinsyaq: kecuali bagi orang yang berpuasa, berdasarkan
hadits Nabi saw., ”Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq, kecuali kamu dalam
keadaan berpuasa.” (Shahih: Shahih Abu Daud no:129 dan 131, ‘Aunul Ma’bud I:236
no:142 dan 144).
5. Mendahulukan anggota wudhu’ yang
kanan daripada yang kiri karena ada hadits Aisyah r.a. yang mengatakan, ”Adalah
Rasulullah saw. mencintai mendahulukan anggota yang kanan dalam hal mengenakan
alas kaki, menyisir, bersuci dan dalam seluruh ihwahnya.” (Muttafaqun ‘alaih:
Fathul Bari I: 269 no:168, Muslim I: 226 no:268, Nasa’i I:78).
Di
samping itu hadits Utsman yang menceritakan tata cara wudhu’ Nabi saw. di mana
dia membasuh anggota yang kanan, lalu yang kiri.
6. Menggosok, karena ada hadits
Abdullah bin Zaid yang mengatakan, ”Bahwa Nabi saw. pernah dibawakan dua
sepertiga mud (air), kemudian beliau berwudhu’, maka beliapun menggosok kedua
hastanya.” (Sanadnya shahih: Shahih Ibnu Khuzaimah I:62 no:118).
7. Membasuh tiga kali, tiga kali,
sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Utsman bin Affan ra (pada awal
pembahasan wudhu’) bahwa Nabi SAW berwudhu’ tiga kali, namun ada juga riwayat
yang sah yang menyatakan, ”Bahwa Nabi saw. pernah berwudhu’ satu kali satu dan
kali dua kali dua kali.” (Hasan shahih: Shahih Abu Daud no:124, Fathul Bari
I:258 no:158 dari hadits Abdullah bin Zaid ‘Aunul Ma’bud I:230 no:136, Tirmidzi
I:31 no:43 dari hadits Abu Hurairah).
Dianjurkan
pula kadang-kadang mengusap kepala lebih dari sekali (tiga kali) karena ada
riwayat, dari Utsman bin Affan r.a. bahwa ia pernah mengusap kepadanya tiga
kali seraya berkata, ”Saya pernah melihat Rasulullah saw. berwudhu’ (dengan
mengusap kepala) begini.” (Hasan Shahih: Shahih Abu Dawud no:101 dan ‘Aunul
Ma’bud I:188 no:110).
8. Tertib, karena kebanyakan cara
wudhu’ Rasulullah saw. selalu dengan tertib sebagaimana yang telah disampaikan
sejumlah sahabat yang meriwayatkan wudhu’ beliau saw. Akan tetapi, ada riwayat
yang sah dari al-Miqdam bin Ma’dikariba ia berkata :
”Bahwa
Rasulullah saw. pernah dibawakan air wudhu’, lalu beliau berwudhu’ membasuh
kedua telapak tangannya tiga kali dan membasuh wajahnya tiga kali, kemudian
membasuh kedua hastanya tiga kali, kemudian berkumur-kumur dan mengeluarkan air
yang telah dimasukkan ke dalam hidung tiga kali, kemudian mengusap kepalanya
dan dua telinganya.” (Shahih: Shahih Abu Daud no:112 dan ‘Aunul Ma’bud I:211
no:121).
9. Berdo’a sesudah wudhu’. Sebagaimana
yang dijelaskan dalam sabda Nabi saw. ”Tak seorangpun di antara kalian yang
berwudhu’ dengan sempurna, lalu mengucapkan (do’a) ”Asyhadu allaa ilaaha
illallahu wahdahu laa syariika lah, wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu wa
rasuuluh (Aku bersaksi bahwa tiada Ilah (yang patut diibadahi) keuali Allah
semata tiada sekutu bagi-Nya; dan aku bersaksi, bahwa Muhammad hamba dan
Rasul-Nya).” melainkan pasti dibukalah baginya pintu-pintu surga yang delapan,
ia boleh masuk dari pintu mana saja yang dikehendakinya.” (Shahih: Mukhtasharu
Muslim No: 143 Muslim 1:209 no:234).
Kemudian
Imam Tirmidzi menambahkan, ”Allahummaj'alni minat tawwaabiina waj'ani minal
mutathahiriin (Ya, Allah, jadikahlah kami termasuk orang-orang yang tekun
bertaubat dan jadikahlah kami termasuk orang-orang yang rajin bersuci).”
(Shahih: Shahih Tirmidzi no:48 dan Tirmidzi I:38 no:55)
10. Dan dari Abu Sa’id al-Khudri
bahwasannya Nabi bersabda, ”Barang siapa berwudhu’ lalu membaca, ”Maha Suci Engkau
ya Allah dan segala puji bagi-Mu aku bersaksi bahwasannya tiada sesembahan yang
sebenarnya kecuali Engkau, aku mohon ampunan dan bertaubat pada-Mu",
niscaya dicatat pada sebuah lembaran kemudian dicetak dengan sebuah cetakan
lalu tidak dipecahkan hingga hari kiamat." (Hadits Shahih, lihat
at-Targhib no.220, al-Hakim I/564, dan tidak akan ada hadits shahih mengenai
do’a (bacaan-bacaan) ketika sedang berwudhu’)
G.
Hal-Hal yang Membatalkan Wudhu'
1. Apa saja yang keluar dari kemaluan
dan dubur, berupa kencing, berak, atau kentut. Allah SWT berfirman yang
artinya, "Atau kembali dari tempat buang air." (Al-Maidah:6)
Rasulullah
saw. bersabda, "Allah tidak akan menerima shalat seorang di antara kamu
yang berhadas sampai ia berwudhu' (sebelumnya)." Maka, seorang sahabat
dari negeri Hadramaut bertanya. "Apa yang dimaksud hadas itu wahai Abu
Hurairah?" Jawabnya, "Kentut lirih maupun kentut keras."
(Muttafaqun 'alaih Fathul Bari I: 234, Baihaqi I:117, Fathur Robbani, Ahmad
II:75 no:352) Dan hadits ini menurut sebagian mukharrij selain yang disebut di
atas tidak ada tambahan (tentang pernyataan orang dari Hadramaut itu), Muslim
I:204 no:225, 'Aunul Ma'bud I:87 no:60, dan Tirmidzi I: 150 no:76.
"Dari Ibnu Abbas r.a., ia berkata, "Mani, wadi dan madzi (termasuk hadas). Adapun mani, cara bersuci darinya harus dengan mandi besar. Adapun madi dan madzi," maka dia berkata, "cucilah dzakarmu, kemaluanmu, kemudian berwudhu'lah sebagaimana kamu berwudhu' untuk shalat!" (Shahih: Shahih Abu Daud no:190, dan Baihaqi I:115).
"Dari Ibnu Abbas r.a., ia berkata, "Mani, wadi dan madzi (termasuk hadas). Adapun mani, cara bersuci darinya harus dengan mandi besar. Adapun madi dan madzi," maka dia berkata, "cucilah dzakarmu, kemaluanmu, kemudian berwudhu'lah sebagaimana kamu berwudhu' untuk shalat!" (Shahih: Shahih Abu Daud no:190, dan Baihaqi I:115).
2. Tidur pulas sampai tidak tersisa
sedikitpun kesadarannya, baik dalam keadaan duduk yang mantap di atas ataupun
tidak. Karena ada hadits Shafwan bin Assal, ia berkata, "Adalah Rasulullah
saw. pernah menyuruh kami, apabila kami melakukan safar agar tidak melepaskan
khuf kami (selama) tiga hari tiga malam, kecuali karena janabat, akan tetapi
(kalau) karena buang air besar atau kecil ataupun karena tidur (pulas maka
cukup berwudhu')." (Hasan: Shahih Nasa'i no:123 Nasa'i I:84 dan Tirmidzi
I:65 no:69).
3. Pada hadits ini Nabi saw. menyamakan
antara tidur nyenyak dengan kencing dan berak (sebagai pembatal wudhu').
"Dari
Ali r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Mata adalah pengawas
dubur-dubur; maka barangsiapa yang tidur (nyenyak), hendaklah berwudhu'."
(Hasan: Shahih Ibnu Majah no:386. Ibnu Majah I:161 no:477 dan 'Aunul Ma'bud
I:347 no:200 dengan redaksi sedikit berlainan).
Yang
dimaksud kata al-wika' ialah benang atau tali yang digunakan untuk menggantung
peta.
Sedangkan
kata "as-sah" artinya : "dubur" Maksudnya ialah "yaqzhah"
(jaga, tidak tidur) adalah penjaga apa yang bisa keluar dari dubur, karena
selama mata terbuka maka pasti yang bersangkutan merasakan apa yang keluar dari
duburnya. (Periksa Nailul Authar I:242).
Hilangnya
kesadaran akal karena mabuk atau sakit. Karena kacaunya pikiran disebabkan dua
hal ini jauh lebih berat daripada hilangnya kesadaran karena tidur nyenyak.
4. Memegang kemaluan tanpa alas karena
dorongan syahwat, berdasarkan sabda Nabi saw., "Barangsiapa yang memegang
kemaluannya, maka hendaklah berwudhu'." (Shahih: Shahih Ibnu Majah no:388,
'Aunul Ma'bud I:507 no:179, Ibnu Majah I:163 no:483, 'Aunul Ma'bud I:312 no:180
Nasa'i I:101, Tirmidzi I:56 no:56 no:85).
Betul,
ia memang bagian dari anggota badanmu, bila sentuhan tidak diiringi dengan
gejolak syahwat, karena sentuhan model seperti ini sangat memungkinkan
disamakan dengan menyentuh anggota badan yang lain. Ini jelas berbeda jauh
dengan menyentuh kemaluan karena termotivasi oleh gejolak syahwat. Sentuhan
seperti ini sama sekali tidak bisa diserupakan dengan menyentuh anggota tubuh
yang lain karena menyentuh anggota badan yang tidak didorong oleh syahwat dan
ini adalah sesuatu yang amat sangat jelas, sebagaimana yang pembaca lihat
sendiri (Tamamul Minnah hal:103).
5. Makan daging unta sebagaimana yang
diriwayatkan oleh al-Bara' bin 'Azib ra ia berkata, "Rasulullah saw.
bersabda, "Berwudhu'lah disebabkan (makan) daging unta, namun jangan
berwudhu' disebabkan (makan) daging kambing!" (Shahih: Shahih Ibnu Majah
no:401, Ibnu Majah I:166 no:494, Tirmidzi I:54 no:81, 'Aunul Ma'bud I:315
no:182).
Dari
Jabir bin Samurah r.a. bahwa ada seorang sahabat bertanya kepada Nabi saw.
apakah saya harus berwudhu' (lagi) disebabkan (makan) daging kambing? Jawab
Beliau, "Jika dirimu mau, silakan berwudhu'; jika tidak jangan berwudhu'
(lagi)." Dia bertanya (lagi) "Apakah saya harus berwudhu' (lagi)
disebabkan (makan) daging unta?" Jawab Beliau, "Ya berwudhu'lah
karena (selesai makan) daging unta!" (Shahih Mukhtashar Muslim no:146 dan
Muslim I:275 no:360).
H.
Hal-Hal yang Karenanya Diwajibkan
Berwudhu'
1. Shalat, karena Allah SWT berfirman,
"Hai orang-orang yang berfirman, apabila kamu berdiri hendak mengerjakan
shalat, maka basuhlah muka-muka kamu." (Al-Maaidah: 6).
Di
samping itu, Rasulullah saw. bersabda, "Allah tidak akan menerima, shalat
(yang dilakukan) tanpa bersuci (sebelumnya)." (Shahih: Mukhtashar Muslim
no:104, Muslim 1:204 no:224 dan Tirmidzi 1:3 no:1).
2. Thawaf di Baitullah, berdasarkan
sabda Nabi saw., "Thawaf di Baitullah adalah shalat, hanya saja Allah
membolehkan berbicara." (Shahih: Shahihul Jami'us Shaghir no:3954 dan
Tirmidzi II:217 no:967).
2.2
Shalat
A. Pengertian Sholat
Pengertian sholat menurut bahsa adalah berdoa (memohon), pujian. Sedangkan
pepengertia menurut syara’ sebagaimana pendapat imam Rafi’i yaitu ucapan-ucapan yang dimulai dengan takbiratul
dan ditutup dengan salam. Menurut para ulama’ fuqaha’ sholat ialah ibadah yang
terdiri dari perbuatan atau gerakan dan perkataan atau ucapan tertentu, yang
dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Sedangkan menurut ulama’
tasawuf shalat ialah mengahadapkan kalbu kepada Allah SWT hingga menimbulkan
rasa takut kepada-Nya serta kesempurnaan kekuasaanya,atau menghadap kepada
Allah dengan kalbu, bersikap khusyuk (konsentrasi penuh) dihadapan-Nya,
disertai dengan penghhayatan penuh takala berdzikir, berdo’a dan memujin-Nya.
B. Dasar
hukumnya
Shalat
lima waktu merupakan suatu kewajiban yang harus ditegakkan oleh setiap muslim
yang sudah akil baligh, baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan sehat
maupun sakit. Dasar kewajiban shalat ini adalah Al-Quran dan hadist
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan
rukulah bersama orang-orang yang ruku” (Al-Baqarah :43)
Salah satu Hadist
yang menjelaskan dasar hukum shalat yaitu:
“Dari
Abu Abdirrahman Abdullah bin Umar bin Khatab, semoga Allah meridhai mereka
berdua, ia berkata : Aku pernah mendengar Rasullah saw. Bersabda : ‘ Islam
didirikan di atas 5 dasar, yaitu memberi kesaksian bahwa tiada Tuhan selain
Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan
zakat, melaksanakan haji ke baitullah, dan berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR.
Imam Bukhari dan Muslim)
C. Tujuan
shalat
Adapaun tujuan shalat
yaitu:
1. Untuk mengingat Allah
Sebagaimana firman Allah dalam surat
Al-Imran ayat 41 , Thaha ayat 14 dan Al-ahzab ayat 41
2.
untuk mencegah manusia dari perbuatan tercela
“ Dan
dirikanlah shalat . Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan)
keji dan mungkar. Dan, sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (QS Al-Ankabut {29}:45)”
3. Sebagai Kafarat Atas Dosa-dosa yang Telah
Dilakukan
Nabi Saw menegaskan bahwa shalat merupakan
‘kafarat’ penebus atas dosa-dosa yang telah diperbuat di masa lalu:
“
Sesungguhnya shalat yang lima waktu itu merupakan ‘kifarat’
(penebus dosa-dosa) yang dilakukan antara shalat yang satu dengan shalat
lainnya, kecuali atas dosa-dosa besar.” (HR.Muslim)
4. Cara untuk Mengadu kepada Allah
“
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu dan sesungguhnya yang
demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (QS.
Al-Baqarah {2}:45)”
5. Tata Cara Mengingat Allah Secara Khusus
“
Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS.
Al-Ra’d {3}: 28)
6. Untuk diperintahkan kepada Keluarga
“ Dan
perintahkanlah kepadamu untuk mendirikan shalat dan sabarlah kamu dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, kamilah yang memberi rezeki
kepadamu, dan akibat yang baik itu adalah bagi orang yang bertaqwa.” (QS
Thaha: 132)
D. Kedudukan
shalat
Kami
mengetahui, bahwasanya salat mempunyai kedudukan yang sangat penting, yaitu
fardhu yag dituntut dari segenap hamba setelah iman. Shalat itu pendahuluan
bagi semua fardhu dan ibadah. Sementara para manusia melupakan dan malas dalam
menjalaninya.
Salah
satu hadist yang menunjukan kedudukan salat yaitu:
Warta
diriwayatkan dari Ummu Farwah wanita Ansor yang ikut membaiat Nabi, ia berkata:
“Nabi SAW pernah ditanyai perbuatan/amal yang paling utama”
Nabi berkata :
“yaitu salat di awal waktunya”
Selain itu shalat juga mempunyai
keduduakn yang sangat menentukan, yaitu menentukan diterima atau tidaknya amal
menusia. Hal ini dinyatakan dlama sebuah hadist:
“Sesungguhnya
amal manusia yang paling pertama kali dihisab (diperiksa) pada hari kiamat
adalah shalatnya. Jika shalatnya diterima, maka diterima pula amalnya yang
lain. Dan jika shalatnya ditolak, maka ditolak pula amalnya yang lain.” (HR
Thabrani)
Shalat mulai diwajibkan pada saat Nabi
Muhammad saw. melaksanakan isra mi’raj, yaitu 1 tahun sebelum beliau berhijrah
ke Madinah. Pada mulanya shalat diwajibkan kepda umat Nabi Muhammad sebanyak 50
kali dalam sehari semalam. Akan tetapi, atas saran Nambi Musa as., beliau
memohon keringanan kepada Allah sehingga shalat menjadi 5 kali sehari semalam.
E. Syarat-syarat syah sholat:
Adaun
syarat-syarat sah shalat yaitu:
1.
Beragama Islam.
2.
Suci dari hadast dan najis seluruh anggota badan, pakaian
dan tempat.
3.
Sudah baligh. Tanda baligh bagi laki-laki antara lain
mimpi basah, telah keluar jakun, dan telah keluar mani. Bagi perempuan adalah
mulai menstruasi atau haid.
4.
Berakal.
5.
Menutup aurat.
6.
Menghadap kiblat. Dalam syarat ini ada dua pengecualian
yaitu seorang yang sholat tidak harus menghadap kiblat yaitu ketika saat
berperang dan ketika naik kendaraan.
7.
Telah masuk waktu sholat.
8.
Menjauhi semua yang membatalkan wudhu
dan yang membatalkan shalat
F. Rukun
Shalat
Adapaun
rukun shalat yaitu:
1.
Berdiri bagi yang mampu
2.
Niat
3.
Membaca takbiratul ikhram
4.
Membaca surat alfatihah
5.
Ruku’
6.
Tuma’ninah (berhenti sebentar)
7.
Bangun dari rukuk dan I’tidal
8.
Tuma’ninah di dalam I’tidal
9.
Sujud dua kali dalam masing-masing rkaat
10.
Thuma’ninah dalam sujud
11.
Duduk antara dua sujud
12.
Thuma’ninah dalam Duduk antara dua sujud
13.
Duduk yang terakhir
14.
Membaca tahhiyyat
dalam duduk yang terakhir
15.
Membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW.
16.
Membaca salam yang pertama.
17.
Tertib pada setiap rukun-rukunnya.
G. Hikmah Shalat
1. Sholat merupakan rukun Islam yang
kedua dan merupakan rukun Islam yang terpenting setelah dua kalimat syahadat,
sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
2. Sholat merupakan media penghubung
antara seorang hamba dengan Tuhannya, sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi
wasallam:
3. Sholat adalah penolong dalam segala
urusan penting. sebagaimana firman Allah ta’ala:
4. Sholat adalah pencegah dari
perbuatan maksiat dan kemungkaran, Sebagaimana firman Allah ta’ala:
5. Sholat adalah cahaya bagi
orang-orang yang beriman yang memancar dari dalam hatinya dan menyinari ketika
di padang Mahsyar pada hari kiamat, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam:
6. Sholat adalah kebahagiaan jiwa
orang-orang yang beriman serta penyejuk hatinya, sebagaimana sabda Nabi
Shallallahu alaihi wasallam:
7. Sholat adalah penghapus dosa-dosa
dan pelebur segala kesalahan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam:
8. Sholat merupakan tiang agama,
barangsiapa yang menegakkannya maka ia telah menegakkan agama, sebagaimana
sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
9. Sholat merupakan pembeda antara
orang yang beriman dengan orang yang kafir dan musyrik, sebagaimana sabda
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
10. Sholat merupakan sebaik-baik amalan,
sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:
11. Sholat adalah perkara pertama yang akan
dihisab (diperhitungkan) pada setiap hamba, sebagaimana sabda Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam:
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berwudhu
adalah tindakan yang harus dilakukan seorang Muslim sebelum melaksanakan
shalat, karena wudhu sendiri merupakan salah satu syarat sah shalat.
Pengertian wudhu sendiri menurut syara’ adalah, membersihkan anggota wudhu untuk menghilangkan hadats kecil.
Pengertian wudhu sendiri menurut syara’ adalah, membersihkan anggota wudhu untuk menghilangkan hadats kecil.
Fardhu
Wudu’ ada 6 yakni :
1. Niat: hendaknya berniat
menghilangkan hadast kecil, dan cara melakukannya tepat pada waktu membasuh
muka, sesuai dengan pengertian niat itu sendiri :
2. Membasuh seluruh muka (mulai dari
tumbuhnya rambut kepala hingga bawah dagu, dan dari telinga kanan hingga
telinga kiri)
3. Membasuh kedua tangan sampai
siku-siku
4. Mengusap sebagian rambut kepala
5. Membasuh kedua belah kaki sampai
mata kaki
6. Tertib (berturut-turut), artinya
mendahulukan mana yang harus didahulukan, dan mengakhirkan mana yang harus
diakhirkan.
7. Dan wudu’ juga disunah kan untuk
hal-hal beribadah yang lain, yang mengandung nilai – nilai kebajikan di luar
dari pada ibadah shalat wajib, karena wudu’ adalah cahaya dan menjadi Shilahul
Mu’minin.
Sholat merupakan inti (kunci) dari segala
ibadah juga merupakan tiang agama, dengannya agama bisa tegak dengannya pula
agama bisa runtuh. Sholat mempunyai dua unsur yaitu dzohiriyah dan batiniyah.
Unsur dzohiriyah adalah yang menyangkut perilaku berdasar pada gerakan sholat
itu sendiri, sedangkan unsur yang bersifat batiniyah adalah sifatnya
tersembunyi dalam hati karena hanya Allah-lah yang dapat menilainya.
Shalat
banyak macamnya ada shalat sunnah, ada juga sholat fardhu yang telah di
tentukan waktunya.
Khilafiyyah
kaum muslimin tentang shalat adalah hal yang biasa karena rujukan dan
pengkajiannya semuanya bersumber dari Al-Qur’an dan hadis, hendaknya perbedaan
tersebut menjadi hikmah keberagaman umat islam.
B. Saran
Dalam
pengumpulan materi pembahasan diatas tentunya kami banyak mengalami kekurangan
dan kesalahan, oleh karena itu hendaknya pembaca memberikan tanggapan dan
tambahan terhadap makalah kami. Sebelum dan sesudahnya kami haturkan banyak
terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an
Al-Karim
Amar,
Imron Abu. 1982. Fat-hul Qarib. Kudus: Menara
Farouk,
Abdullah. 2003. Tuntunan Shalat Lengkap. Surabaya: Amelia
Rifa’i,
M. 2006. Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang: Karya Toha
Putra
Maftuhin,Anis
.2006.Rahasia-Rahasia Besar Di Balik Perintah Wudhu.Bekasi:Rabhita Press
Yunus,
Abu. 1997. Cara Shalat yang Khusyuk.
Jakarta: Rineka Cipta
Abadin, Zainal. 1951. Kunci Ibadah. Semarang:PT Karya Toha
Putra Semarang
Belum ada tanggapan untuk "Makalah Wudhu dan Shalat Lengkap"
Post a Comment